Selasa, 18 September 2012

Kaca Helm Rp. 13,000

Tadi pagi seperti biasa saya mulai hari dengan perjalanan menuju ke kantor. Sudah 2 bulan lebih saya lewat jalan yang sama, sejak pindah ke apartment di Thamrin Residence setelah menikah. Sepanjang saya lewat jalan ini, hampir tidak pernah ada pemandangan ataupun billboard iklan yang menarik perhatian. Tapi pagi ini ada yang beda.

Saat baru memutar balik untuk menuju ke arah tanah abang, perhatian saya tanpa sadar 'ditarik' oleh satu papan tulisan yang menarik. Seorang pedagang yang sedang mempersiapkan lapak pinggir jalannya sedang memasang sebuah papan cukup besar berwarna kuning (cukup mencolok dibanding plang lain yang berwarna putih), berisi tulisan dengan cat warna biru: KACA HELM, kemudian di bawahnya juga tertulis dengan ukuran yang sedikit lebih besar : Rp. 13,000. Didepannya ada meja kayu yang menyediakan beragam pilihan kaca helm yang bisa disesuaikan dengan bentuk helm.

*Ilustrasi diambil dari sini*

Saya lantas mikir, kenapa juga tulisan sesederhana itu dan yang tidak relevant (saya tidak punya motor) bisa menarik perhatian saya yang sedang fokus nyetir. Ternyata jawabannya ada pada penyampaian message yang dikomunikasikan secara sederhana. Gambar diatas yang saya comot dari salah satu blog, menunjukkan keruwetan display message. Walau message-nya sama, tapi foto diatas menambahkan kata GANTI - PASANG sebelum kata KACA HELM. Sebenarnya tanpa perlu ditambahkan kata GANTI pun orang sudah paham kalau beli kaca helm ya untuk mengganti yang lama. Mau langsung diganti atau digantinya nanti-nanti ya terserah anda. Intinya kan JUAL Kaca Helm. Ditambah lagi, pedagang yang saya lihat tadi menggunakan papan berwarna kuning, nyolok euy!

Saya jadi ingat salah satu moment diskusi dengan Ibu Amalia Maulana di kelas Strategic Brand Management, program S2 Binus. Saat itu beliau membahas mengenai kisah Aa Gym yang break the promise. Intinya brand yang dibangun Aa Gym hancur seketika sejak kejadian poligami, karena Aa Gym 'merusakkan' core value/ promise yang ditawarkan kepada audience atau follower-nya.

Tapi yang menjadi point pengingat bagi saya bukanlah soal break the promise-nya, namun mengenai pentingnya sebuah brand punya core value, yang jadi inti utama. Core Value inilah yang selanjutnya dijual dan dikomunikasikan kepada potential customer. Jika core value yang ditawarkan menjawab kebutuhan/ keinginan sang potential customer, tentunya potential customer tersebut akan berubah menjadi customer. Karena mereka akan membeli apa yang anda jual.

Nah permasalahan utamanya, banyak brand yang punya core value yang kuat dan bisa menjadi jawaban kebutuhan bagi potential customer, namun gagal untuk mengkomunikasikannya secara sederhana kepada potential customer. Mereka sibuk menjual hal lain yang sebenarnya tidak terlalu penting bagi customer. Saya pernah melihat spanduk besar sebuah restoran yang membombardir customer dengan info bahwa restorannya buka 24 jam, free wi-fi, tempat parkir luas, dan sebagainya, namun lupa mengkomunikasikan intinya: makanan andalannya apa?

Contoh lainnya, akhir-akhir ini saya sempat melihat iklan di televisi lokal yang berdurasi cukup panjang. Iklan sebuah obat batuk sachet dengan kemasan baru. Iklan tersebut muncul cukup sering, dan di prime time. Tapi sampai sekarang, walau sudah berulangkali melihat iklan tersebut, saya masih saja lupa, itu iklan brand apa ya? Apa yang mereka tawarkan dari iklan tersebut? Jujur saja, saya cuma inget kalau itu iklan obat batuk. That's all. Kok bisa? Ya karena iklan itu menghabiskan 2/3 waktunya untuk bercerita berputar-putar, yang pada akhirnya (diujung iklan) cuma menyatakan bahwa obat batuk itu (kalau tidak salah) praktis. Itupun setelah saya memaksa diri saya mengikuti iklan tersebut sampai habis, karena ingin saya jadikan contoh kasus disini.

Jika anda pemilik brand, apa anda sudah mengkomunikasikan core value anda? Apa yang sebenarnya anda jual yang bisa menjadi 'andalan' anda? Sudahkah anda mengkomunikasikannya dengan jelas dan sederhana? Atau selama ini anda hanya berputar-putar mengkomunikasikan value layer 2 atau layer 3, dan lupa pada core value.

Pelajaran dari tukang kaca helm tadi sangat mengena buat saya: Jangan lupa komunikasikan core value anda dengan jelas dan sederhana!


@rezaryabima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa ceritamu? Yuk berbagi!